Struktur stack private rollup mirip dengan public rollup, namun dilengkapi sejumlah lapisan tambahan untuk enkripsi, kontrol akses, dan kepatuhan. Pondasi sistem ini adalah execution environment, yang dapat berupa optimistic atau zero‑knowledge. Optimistic rollup mengandalkan fraud proof untuk menyelesaikan perselisihan, sedangkan zero‑knowledge rollup menghadirkan proof validitas ringkas untuk tiap perubahan state. Keduanya bisa mengadopsi mekanisme ketersediaan data terenkripsi, namun manajemen kunci perlu disesuaikan dengan kebutuhan pada saat pembuatan maupun verifikasi proof.
Sequencer merupakan elemen kunci berikutnya. Dalam rollup standar, sequencer mengurutkan sekaligus mengelompokkan transaksi untuk dikirim ke data availability layer. Dalam private rollup, sequencer juga wajib mengenkripsi data transaksi sebelum dikirim, sehingga plaintext tidak pernah keluar dari lingkungan yang aman. Proses enkripsi ini dapat dilakukan di tingkat lokal maupun dalam trusted execution environment, tergantung pada model keamanan yang dipilih rollup.
Sistem manajemen kunci mendampingi sequencer untuk menangani proses pembuatan, pendistribusian, hingga rotasi kunci enkripsi. Struktur tata kelola menentukan apakah kunci dikendalikan oleh satu entitas, konsorsium validator, atau melalui multi-party computation. Pilihan desain ini menentukan siapa saja yang dapat mendekripsi data dan membentuk asumsi kepercayaan sistem.
Komponen terakhir yang penting adalah antarmuka ke data availability layer. Rollup wajib mengirimkan transaksi terenkripsi dalam bentuk blob ke layanan seperti Avail Enigma, EigenDA, atau jaringan DA khusus seperti Walacor. Layer DA menyimpan blob terenkripsi ini dan memberikan proof terkait ketersediaan data. Validator dapat memanfaatkan proof tersebut untuk memastikan seluruh data yang diperlukan telah tercatat, meskipun mereka tak dapat membaca isinya. Dengan kombinasi enkripsi dan proof ini, rollup dapat menjaga aspek kerahasiaan sekaligus keamanan dan keterverifikasian.
Aliran data pada private rollup mulai berbeda dari public rollup pada tahap pengelompokan transaksi. Pada public rollup, sequencer mengumpulkan, mengompresi, dan mengirimkan blob transaksi langsung ke data availability layer. Setiap pihak yang memantau DA layer dapat mengakses blob ini dalam bentuk plaintext dan merekonstruksi state rollup secara mandiri.
Pada private rollup, terdapat tahap enkripsi tambahan. Setelah transaksi dikelompokkan dan dikompresi, sequencer mengenkripsi data menggunakan skema enkripsi simetris atau hybrid. Blob terenkripsi lalu dikirim ke data availability layer beserta komitmen atau proof kriptografi, sehingga validator dapat memverifikasi ketersediaan tanpa harus mendekripsinya. State root atau zero‑knowledge proof yang tidak membocorkan detail sensitif dikirim ke settlement layer (biasanya Ethereum atau blockchain utama lain) untuk memastikan jaminan keamanan sistem.
Saat pihak berwenang—seperti anggota konsorsium atau auditor—perlu merekonstruksi state rollup, mereka dapat mengambil data terenkripsi dari DA layer dan mendekripsinya menggunakan kunci yang relevan. Proses tersebut memastikan ketersediaan dan integritas dapat diverifikasi oleh seluruh jaringan, sementara akses ke plaintext tetap terbatas hanya pada pihak yang berhak.
Penerapan tata kelola pada private rollup meluas hingga pengaturan kebijakan enkripsi data, bukan sekadar upgrade protokol atau perubahan parameter. Pertanyaan kunci yang perlu dijawab adalah: siapa pemegang kunci? Beberapa sistem memilih manajemen kunci terpusat, di mana suatu organisasi atau entitas yang tunduk regulasi memiliki kendali dekripsi. Pendekatan ini memudahkan koordinasi, tetapi berisiko menciptakan satu titik kegagalan dan tantangan regulasi bila terjadi kompromi.
Model yang lebih canggih menggunakan threshold cryptography untuk mendistribusi kendali kunci ke beberapa pihak. Tidak satu pun peserta dapat mendekripsi data sendirian; sejumlah pihak yang telah mendapatkan otorisasi harus bekerja sama menggunakan mekanisme kuorum. Cara ini memperkuat keamanan dan selaras dengan tata kelola konsorsium, di mana berbagai pemangku kepentingan mengelola rollup secara kolektif. Skema tersebut juga memungkinkan selective disclosure agar grup peserta tertentu hanya bisa mengakses data yang menjadi haknya.
Kebijakan kontrol akses juga harus mengakomodasi kebutuhan regulator yang membutuhkan pengawasan. Otoritas keuangan, misalnya, dapat mewajibkan audit riwayat transaksi tanpa harus membuka seluruh detail komersial ke pesaing. Private rollup dapat memfasilitasi kebutuhan ini dengan menyediakan audit key yang memberikan akses baca terbatas ke dataset tertentu tanpa mengorbankan kerahasiaan sistem secara keseluruhan.
Salah satu tantangan besar private rollup adalah menjaga komposabilitas dengan ekosistem modular yang lebih luas. Public rollup unggul berkat interoperabilitas—aset dan pesan mengalir bebas lewat jembatan (bridge) dan data availability layer bersama. Sementara itu, private rollup harus sangat selektif dalam menentukan informasi apa saja yang dapat dibagikan selama interaksi antarrollup.
Interoperabilitas antara private dan public rollup tetap memungkinkan, asalkan menggunakan mekanisme bridge terenkripsi. Saat aset dipindahkan dari private rollup ke public rollup, sistem harus menunjukkan eksistensi dan validitas aset tanpa membuka detail transaksi rahasia. Zero‑knowledge proof menjadi kunci untuk selective disclosure semacam ini. Demikian juga, private rollup bisa saling berkomunikasi dengan bertukar proof, bukan data plaintext, sehingga kolaborasi dapat tercipta tanpa keharusan saling percaya penuh.
Beragam inisiatif tengah dikembangkan untuk menstandarisasi format blob terenkripsi dan sistem proof guna mendukung interoperabilitas ini. Ketika standar ini sudah matang, private rollup akan bertransformasi menjadi entitas utama di ranah blockchain modular, dapat terhubung dengan jaringan publik sembari tetap menjaga kerahasiaan sesuai kebutuhan perusahan atau institusi besar.