Sebagian besar orang di dunia kripto, pada akhirnya, dikendalikan oleh emosi mereka sendiri. Jika kamu bisa tetap rasional, tempat ini bisa menjadi mesin pencetak uangmu.

Sudah enam tahun, saya berjuang di dunia kripto selama hampir enam tahun. Setiap kali mengingat tiga tahun pertama itu, hati saya masih terasa sesak—modal 300.000 hampir hilang, di akun terakhir tersisa hanya 5.000 rupiah. Kehancuran posisi, diragukan oleh keluarga, perasaan tak berdaya di dalam hati, semua itu adalah "biaya pendidikan" yang saya bayar.

Pelajaran dari kegagalan itu justru memaksa saya berada di tepi jurang, dan malah membuat saya melihat beberapa hal dengan jelas. Selama enam tahun berturut-turut setelahnya, saya terus menghasilkan uang.

Saya ingin berbagi apa yang saya pelajari selama bertahun-tahun ini, mungkin berguna bagi kamu yang masih mencari arah di dunia kripto.

**Dari "Mengikuti Indikator" ke "Mengikuti Emosi"**

Saat pertama kali masuk ke dunia ini, saya pikir rahasia menghasilkan uang adalah mempelajari indikator teknikal yang lebih kompleks, menguasai apa yang disebut informasi internal. Saya sudah mencoba berbagai metode trading yang aneh-aneh, begadang memantau pasar adalah hal biasa, lalu apa hasilnya? Satu per satu posisi saya mengalami margin call.

Perubahan datang dari seorang kakak dari Jiangmen. Dia menggunakan 100.000 untuk menggerakkan aset sembilan digit. Dia hanya berkata satu kalimat yang menyadarkan saya: "99% orang di pasar ini dikendalikan oleh emosi. Siapa yang bisa mengendalikan emosi, dia yang menang."

Kalimat itu membuat saya paham. Saya mulai melakukan pengurangan—meninggalkan hal-hal rumit yang tidak perlu, dan fokus pada yang benar-benar berguna.

**Percepatan Pertumbuhan**

Kejadian berikutnya menjadi lebih menarik. Mengumpulkan 10 juta pertama membutuhkan satu setengah tahun. Yang kedua? Hanya tiga bulan. Yang ketiga? 40 hari. Sampai yang keempat? Hanya 5 hari.

Ini terdengar seperti dongeng, tapi kenyataannya seperti itu. 75% dari total aset saya terkumpul dalam waktu setengah tahun saja. Bukan karena saya punya informasi rahasia, juga bukan keberuntungan. Singkatnya, saya akhirnya menemukan denyut pasar—bukan angka di grafik candlestick, melainkan psikologi kolektif para trader yang menentukan naik turunnya harga.

Setelah memahami logika ini, semuanya menjadi lebih sederhana.